ESENSI
ILMU SASTRA
DISUSUN
NAMA : WIDIA ASTUTI
NIM : 1551040038
KELAS : PBSI C
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015/2016
A.
Pengertian
Ilmu Sastra
Berbagai pengertian ilmu sastra telah
dirumuskan secara sederhana dan luas oleh pakar sastra. Pengertian ilmu sastra
secara sederhana dan luas itu dapat ditemukan dalam beberapa buku baik kamus,
ensiklopedia maupun referensi sastra.
Istilah ilmu sastra dalam bahasa Inggris
general literature atau literary
study. Di Indonesia istilah ilmu sastra dipadankan dengan studi sastra,
kajian sastra, pengkajian sastra, telaah sastra.
Dalam Pengantar Ilmu Sastra: Teori
Sastra, Badrun berpengertian bahwa ilmu sastra ilmu yang menyelidiki sastra
secara ilmiah. Ilmu sastra menyelidiki karya sastra secara ilmiah (1983: 11).
Dalam Kamus Istilah Sastra Indonesia,
Eddy berpengertian bahwa ilmu sastra segala bentuk dan cara pendekatan terhadap
karya sastra dan gejala sastra (1991: 96). Dalam Kamus Sastra, Eneste
berpengertian bahwa ilmu sastra adalah bidang keilmuan yang obyek utamanya
karya sastra (1994: 47). Dalam Ensiklopedia Sastra Indonesia, Hasanuddin
mengemukakan bahwa ilmu sastra dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah general
literature meliputi semua pendekatan ilmiah terhadap gejala sastra.
Dalam 9 Jawaban Sastra Indonesia,
Mahayana berpengertian bahwa ilmu sastra ilmu yang menyelidiki kesusastraan
dengan berbagai masalahnya secara ilmiah (2003: 223). Ilmu sastra adalah ilmu
yang mempelajari karya sastra (2005 : 347). Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia,
Ilmu sastra adalah ilmu yang menyelidiki tentang karya sastra secara ilmiah
dengan berbagai gejala dan masalah sastra. Sedangkan, sastra adalah lembaga
social yang menggunakan bahasa sebagai medium, dan bahasa itu sendiri merupakan
ciptaan social.
Demikian perumusan pengertian ilmu
sastra secara sederhana, yaitu ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah
dengan berbagai gejala dan masalah sastra. Pengertian ilmu sastra secara luas
dibeberkan di bawah.
Dalam Pemandu di Dunia Sastra,
Hartoko dan Rahmanto menuliskan pengertian sastra sebagai berikut. Ilmu sastra
dalam bahasa Inggris general literature, meliputi semua pendekatan
ilmiah terhadap gejala sastra. Obyek ilmu sastra adalah unsur kesastraan yang
menyebabkan sebuah ungkapan bahasa termasuk sastra. Di samping unsur-unsur
bahasa (struktur, gaya, fungsi politik) faktor-faktor historiko pragmatik dan
psikososial. Juga memainkan peranan (misalnya unsur rekaan dalam komunikasi
bahasa, perkembangan antara pengertian sastra dan sebagainya).
Dalam Pengantar Ilmu Sastra,
Luxemburg dkk mengurai tentang ilmu sastra. Ilmu sastra meneliti sifat-sifat
yang terdapat di dalam teks-teks sastra, lagi bagaimana teks-teks tersebut
berfungsi dalam masyarakat (1989: 2).
Ilmu sastra umum merupakan sebuah telaah
sistematik mengenai sastra dan komunikasi sastra yang pada prinsipnya tidak
menghiraukan batas-batas antarbangsa dan antarkebudayaan (1989: 2).
Dari berbagai uraian pengertian di atas rumusan ilmu sastra
sebagai berikut.
1. Ilmu
sastra ilmu yang menyelidiki sastra secara ilmiah.
2. Ilmu
sastra ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah.
3. Ilmu
sastra segala bentuk dan cara pendekatan ilmiah terhadap karya sastra dan
gejala sastra.
4. Ilmu
sastra sebuah telaah sistematis mengenai sastra dan komunikasi sastra yang pada
prinsipnya tidak menghiraukan batas-batas antarbangsa dan antarkebudayaan.
B.
Sejarah
Ilmu Sastra
Sastra sebagai ilmu masih sering
diperdebatkan. Keberatan yang pernah diajukan kepada ilmu sastra umum
karena tidak ada perhatian yang bersifat individual, untuk karya
sastra sebagai sebuah karya seni yang unik. “Katanya, ilmu sastra
hanya mau mencari skema-skema bagaimana menceritakan suatu konvensi
dalam puisi serta modul-modul komunikasi tanpa menghiraukan cerita atau
puisi yang satu-satunya itu, yang tak dapat diganti oleh sebuah cerita
atau puisi lain. Tidak menyingung persoalan, karena setiap ilmuwan
sastra berusaha merumuskan pengertian-pengertian umum. Ia ingin tahu
sifat-sifat yang merupakan ciri khas bagi semua karya sastra ataupun
sekelompok karya sastra, lagipula kaidah-kaidah serta konvensi secara
khusus berlaku bila kita menghadapi teks - teks sastra, Luxemburg,
dkk (1989: 2 – 3).
Penolakan terhadap keberatan menyatakan
ilmu sastra tidak hanya menekuni ilmu sastra tidak hanya menekuni
kaidahkaidah, sistem-sistem serta modul-modul. Seorang peneliti
sastra yang ada minat terhadap sejarah sastra tidak hanya
memerhatikan sistem-sistem dan perkembangan sastra. Ia (juga
akan memerhatikan ciri-ciri khas yang terdapat dalam karya
karya sastra masing-masing, (Luxemburg, dkk 1989:3).
Penolakan sastra sebagai ilmu juga
diungkapkan oleh Wellek dan Warren. Mereka berpendapat bahwa sastra
adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sedangkan
studi/ilmu sastra adalah cabang ilmu pengetahuan. Akan tetapi
sejumlah teoretisi menolak mentah-mentah bahwa telaah sastra adalah ilmu (1989:
3).Selain dari teoretisi sastra, pakar ilmu alam berpendapat bahwa ilmu
sastra tidak mampu mencapai taraf ilmiah karena dalam kenyataannya ilmu
sastra hanya mengimpor dasar-dasar ilmiah dari bidang lain. Misalnya
sosiologi, psikologi, tanpa memahami bahwa ilmu sastra dapat ditemukan
dalam sastra.
Teoritikus yang mentah-mentah menolak
bahwa sastra mempunyai sejarah, W.P. Ker mencoba membuktikan, misalnya, bahwa
kita tidak membutuhkan sejarah sastra, karena objek-objek sastra selalu ada,
bersifat “abadi”, dan karenanya tidak mempunyai sejarah sama sekali. T.S. Eliot
juga membantah adanya “masa lampau” dari suatu karya sastra.
Pendapat lainnya bahwa dalam memahami
sastra, orang hanya memotong-motong sastra dari sudut ilmu lain.
Pendapat lain lagi, bahwa sastra dianggap tidak ilmiah karena
cara pemahaman sastra dianggap identik dengan omongan bertele-teletanpa konsep
yang jelas.
Keraguan terhadap keilmuan sastra masih
juga bergaung sampai sekarang. Hal ini tidak hanya di Universitas Amerika
dan Inggris tetapi juga di Universitas Negara lain, termasuk Indonesia.
Sastra dinyatakan tidak ilmiah karena
kurang konsisten, kurang percaya diri, sehingga tidak menghasilkan konsep
yang jelas. Budi Darma (1990: 338, 343), berpendapat kelemahan sastra
sebagai ilmu di Indonesia disebabkan oleh dominasi studi kebahasaan.
Demikian juga para sarjana sastra Indonesia kurang banyak membaca dan
cenderung menerima segala sesuatu secara langsung lugas dan jelas, tanpa
pertimbangan dan evaluasi yang cermat.
Berdasarkan keraguan terhadap sastra
sebagai ilmu di atas, akademisi sastra tidak membiarkan terus
berlangsung. Mereka menyusun dan merumuskan sastra sebagai ilmu
yang sejajar dengan ilmu lainnya.
Sastra sebagai bidang kajian ilmiah baru
dimulai pada abad 19. Para ilmuwan sastra menginginkan agar
pendekatan terhadap kegiatan manusia yang bernama sastra dapat
dilakukan secara ilmiah. Dengan demikian sastra berdiri sendiri sebagai
satu bidang ilmu yang eksis.
Sastra sebagai salah satu bidang ilmu
berbeda dengan ilmu lainnya. Perbedaannya pada perhatian, pada
penghayatan, bukan pada kognisi. “Obyek ilmu sastra adalah
kehidupan manusia yang sudah terabstraksikan dalam karya sastra”
(Budi Darma, 1990: 338). Oleh karena itu dalam ilmu sastra,
karya sastra sebagai obyek utama kajian memiliki karakteristik
khas yang berbeda dengan obyek-obyek kajian ilmu lainnya.
Kepekaan yang tinggi dituntut
dalam ilmu sastra. Kepekaan tidak dapat diartikan, diformalasikan dengan
jelas. Keilmiahan ilmu sastra tidak eksplisit, tetapi implisit. Oleh
karena itu, ilmu sastra mampu membuktikan diri sebagai kajian
ilmiah. Di dalamnya terdapat unsur fakta/data, inferensi atau
simpulan dan pendapat/judgement.
Selain itu langsung atau tidak ilmu
sastra selalu mengedepankan inkuiri, masalah, hipotesis terselubung
dan jawaban terhadap inkuiri, masalah serta pembuktian
terhadap hipotesis terselubung (Darma, 1990:342). Tahap-tahap dalam
ilmu sastra tidak berjenjang secara hierarkis seperti dalam ilmu
pada umumnya (dari pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan terakhir evaluasi), tetapi lebih bersifat melebar.
Tidak berat ilmu sastra adalah pada esensi
karya sastra. Oleh karena itu, keilmiahan studi sastra memiliki sifat
tersendiri. Dengan demikian ilmu sastra memiliki keilmiahan sendiri
1.
Ruang
Lingkup Ilmu Sastra
Cabang-cabang ilmu sastra dapat
dibedakan menurut sifat dan lingkup sebuah obyek serta sifat metode (kognitif,
cara pengetahuan) yang digunakan. Mengenai cara pengetahuan dapat dibedakan
ilmu sastra teoretis dan terapan, yaitu teori sastra (juga disebut ilmu sastra
umum) dan pengkajian teks. Mengenai sifat dan obyek yang diteliti dapat dibedakan
kritik sastra (yang meneliti sastra teks) dan sejarah sastra serta ilmu sastra
perbandingan (1985: 125).
Bidang-bidang ilmu sastra:
1. Teori
2. Sejarah
3. Kritik
Penjelasannya:
1.
Teori
Pengertian
teori sastra secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem
ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan
antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep/uraian tentang
hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang
tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya
(diverifikasi) atau dibantah kesahihannya (difalsifikasi) pada objek atau gejala-gejala
yang diamati tersebut. Teori sastra jelas membutuhkan kritik
sastra, misalnya untuk menyusun teori tentang gaya, teknik bercerita, dan
misalnya untuk menyusun teori tentang angkatan, aliran, dan sebagainya perlu
melihat perkembangan sastra secara keseluruhan.
2.
Sejarah
sastra
Pengertian sejarah menurut Kamus
Bahasa Indonesia adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian
yg benar-benar terjadi di masa lampau. Atau menurut catatan perkuliahan yang
saya ikuti, pengertian sejarah yaitu cabang ilmu sastra yang berusaha
menyelidiki perkembangan sastra sejak awal pertumbuhannya sampai pada
perkembangan sastra saat ini. Cabang-cabang yang ada dalam ilmu sastra yaitu
teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Teori sastra merupakan bagian
yang membahas hakikat dan pengertian sastra, sedangkan kritik sastra adalah
ilmu sastra yang menyelidiki karya sastra secara langsung. Berikut ini saya
gambarkan relasi ketiganya.
Sejarah sastra bagian dari ilmu
sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya
dipelajari ciri-ciri karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang
mengisi arena sastra, puncak-puncak karya sastra yang menghiasi dunia sastra,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Sebagai suatu
kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikan
karya sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada,
pengaruh yang melatarbelakanginya, karakteristik isi dan tematik.
Hubungan Teori Sastra Dengan Kritik
Sastra dan Sejarah Sastra pada dasarnya teori sastra membahas secara rinci
aspek-aspek yang terdapat didalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang
meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang
meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun
keutuhan sebuah karya sastra. Kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji,
menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang
keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya sastra. Sejarah sastra adalah
bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke
waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.
Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan,
diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra
yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya
sastra pada periode-periode tertentu. Secara keseluruhan dalam pengkajian karya
sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin
keterkaitan.
Hubungan timbal-balik antara teori sastra dengan sejarah
sastra:
a. Teori sastra muncul karena telah
diadakan penyelidikan terhadap sastra (sejarah sastra).
b. Teori sastra diperlukan untuk
mengonfirmasi tentang sejarah sastra.
c. Sejarah sastra memerlukan teori
sastra dalam perjalanannya.
d. Teori sastra dapat
berubang/berkembang sesuai dengan perubahan sejarah sastra/perjalanan dunia
sastra.
Hubungan
timbal-balik antara kritik sastra dengan sejarah sastra:
a. Adanya kritikan terhadap sastra
(karya sastra) mempengaruhi perjalanan sejarah sastra.
b. Kritik sastra memerlukan bahan dari sejarah
sastra.
c. Perkembangan sejarah sastra tidak
terlepas dari kritik sastra.
Hubungan antara
teori sastra dengan kritik sastra:
Dengan bermodalkan teori sastra, kita dapat mengkritik suatu sastra (karya sastra). Adanya kritikan terhadap sastra, dapat memengaruhi teori sastra. Mungkin berupa penambahan/pengurangan terhadap teori tertentu, atau dapat juga berupa konfirmasi terhadap teori sastra tertentu.
Dengan bermodalkan teori sastra, kita dapat mengkritik suatu sastra (karya sastra). Adanya kritikan terhadap sastra, dapat memengaruhi teori sastra. Mungkin berupa penambahan/pengurangan terhadap teori tertentu, atau dapat juga berupa konfirmasi terhadap teori sastra tertentu.
Selanjutnya
(Todorov; 1985: 61) mengatakan bahwa tugas sejarah sastra adalah:
a. Meneliti keragaman setiap kategori
sastra.
b. Meneliti jenis karya sastra baik
secara diakronis, maupun secara sinkronis.
c. Menentukan kaidah keragaman
peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya.
Sejarah
sastra yaitu
cabang ilmu sastra yang menyelidiki sastra sejak terjadi timbulnya sampai
perkembangannya yang terakhir. Perkembangan sejarah sastra terbagi menjadi dua
yaitu:
2.
Sastra
lama/melayu klasik
Sastra lama memiliki beberapa
perkembangan yaitu:
a. Zaman purba dengan adanya bukti
berupa prasasti-prasasti.
b. Zaman Hindu-Buddha menghasilkan
sebuah karya sastra berupa khayalan dan dongeng.
c. Zaman Islam terbukti dengan adanya
karya sastra berupa hikayat yang menceritakan tentang kehidupan wali songo dan
para ulama pada zaman itu.
d. Zaman peralihan/realitas yang
menceritakan sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Sastra
baru/modern
Perkembangan sastra modern memiliki
beberapa tingkat sebagai berikut:
a. Angkatan 20 misalnya tradisi pada
zaman Siti Nurbaya.
Disebut angkatan dua puluhan karena
angkatan ini lahir padda tahun 1920-an dan disebut angkatan balai pustaka
karena penerbit yang paling banyak menerbitkan adalah balai pustaka. Karya yang
paling terkenal pada masa ini adalah Siti Nurbaya karangan Marah Rusli. Roman
ini menceritakan tentang penjodohan yang masih banyak dilakukan pada masa itu.
Beberapa karya sastra angkatan 1920-an adalah Azab dan Sengsara (roman, tahun
1920 oleh Miregi Siregar), Muda Teruna (roman, tahun 1922 oleh Moh. Kasim), Tak
Putus Dirundung Malang (roman, tahun 1929 oleh S.T. Alisyahbana).
b. Angkatan 30 (Pujangga Baru)
Angkatan ini adalah angkatan yang lahir pada sekitar tahun
1933 sampai 1942. Disebut angkatan pujangga baru karena pada tahun 1933
terdapat majalah sastra yang dikenal yaitu majalah Baroe. Karya-karya yang
ditampilkan dalam majalah ini adalah puisi, cerpen, novel, roman, atau
drama-drama pendek.
c. Angkatan 45 dengan terbitnya karya
sastra yang di populerkan dengan Chairil Anwar.
Nama lain angkatan ini adalah angkatan pembebasan dan
angkatan Chairil Anwar. Disebut angkatan Chairil Anwar karena besarnya jasa
Chairil Anwar dalam lahirnya angkatan ini. Karya-karya sastra angkatan ini
sangat berbeda dengan angkatan sebelumnya. Ciri-cirinya antara lain adalah bebas,
individualistis, realistik, dan futuristic. Karya yang terkenal dari angkatan
ini adalah Dari Ave Maria-Jalan Lain ke Roma yang merupakan kumpulan cerpen
karya Idrus.
d. Angkatan 66 adanya balai pustaka,
PKI.
Angkatan ini muncul pada saat keadaan politik Indonesia
sedang kacau karena adanya gerakan terror dari PKI. Karya sastra pada angkatan
ini lebih banyak bersifat protes terhadap keadaan yang kacau pada masa itu.
Beberapa karya sastra yang lahir pada angkatan ini adalah kumpulan puisi oleh
Taufik Ismail yang berjudul Tirani, drama karya Motinggo Busye dengan judul
Malam Jahanam, roman berjudul Pagar Kawat Berduri oleh Toha Mohtar, roman
Pelabuhan Hati karya Titis Basino, dan lain-lain.
e. Angkatan 70 dan 80 tentang EYD.
Sekitar tahun 70-an, muncul karya sastra yang lain daripada
karya sastra yang telah ada sebelumnya. Kebanyakan isinya tidak menekankan pada
makna kata. Kemunculan karya sastra ini dipelopori oleh Sutardji Calzoum
Bachri. Karya sastra ini disebut sastra kontenporer.
f. Referensi hingga sekarang.
3.
Kritik
sastra
Kritik
sastra berasal dari kata “krites” (Yunani kuno) yang berarti hakim, dalam
kritik sastra yang penting ialah analisis, dengan demikian kritik sastra
merupakan kegiatan penilaian yang ditujukan pada karya sastra atau teks. Kritik
Sastra juga bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang digunakan para pengkaji
sastra ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian
sastra. Untuk membuat suatu kritik yang baik, diperlukan kemampuan
mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis,
mengulas karya sastra, penguasaan, dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan
yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra.
Ada 2 jenis kritik sastra:
a. Kritik sastra instrinsik: fokusnya
pada karya sastra itu sendiri dan menganalisa unsure-unsur karya sastra itu.
b. Kritik sastra ekstrinsik:
menghubungkan karya sastra dengan hal-hal diluar karya sastra. Misalnya:
menghubungkan karya sastra dengan pengarangnya, karya sastra.
4.
Objek
Kajian Ilmu Sastra
Obyek ilmu sastra adalah kehidupan
manusia yang sudah diabstraksikan dalam karya sastra (Budi Darma, 1990:
338). Oleh karena itu, obyek utama ilmu sastra adalah karya sastra.
Karya sastra yang menjadi obyek ilmu sastra itu bersifat
kreatif, imajinatif, intuitif, bertitik tolak pada penghayatan,
berupa abstraksi kehidupan. Tanpa karya sastra tidak mungkin
bicara ilmu sastra.
Karya sastra lahir oleh dorongan manusia
untuk mengungkap diri tentang masalah manusia, kemanusiaan,
dan semesta (Semi, 1993: 1). Karya sastra adalah pengungkapan masalah
hidup, filsafat dan ilmu jiwa. Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu
jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan bukan dengan
cara teknis akademik, melainkan melalui karya sastra.
Karya sastra adalah karya seni yang
memiliki budi, imajinasi, emosi. Karya sastra juga sebagai karya kreatif
yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Karya
sastra adalah hasil ekspresi individual penulisnya. Oleh karena itu
kepribadian, emosi, dan kepercayaan penulis akan tertuang dalam karya
sastranya.
Karya sastra adalah hasil proses
kreatif. Karya sastra bukanlah hasil perkerjaan yang memerlukan
keterampilan sesuatu seperti membuat sepatu, kursi atau meja. Karya
sastra memerlukan perenungan, pengendapan ide, langkah tertentu
yang berbeda antara sastrawan yang satu dengan sastrawan yang lain.
Karya sastra memiliki bentuk dan gaya
yang khas. Kekhasan karya sastra berbeda dengan karya nonsastra.
Kekhasan karya sastra harus dibedakan atas genre karya sastra, yaitu
puisi, prosa dan drama.
Bahasa yang digunakan dalam karya sastra
juga memiliki kekhasan. Bahasa dalam karya sastra telah
mengalami penyimpangan, pemutarbalikan dari bahasa praktis
sehari-hari. Bahasa yang sudah biasa dan dikenal diasingkan, disulap,
digali dan diberi makna baru atau diberi penambahan muatan
maknanya. Oleh sebab itu karya sastra dipandang sebagai wujud
referensi wacana. Wacana sastra dipandang sebagai suatu pemakaian bahasa
tertentu bukan sebagai ragam bahasa tertentu.
Karya sastra mempunyai logika
tersendiri. Logika karya sastra erat berkaitan dengan konvensi karya
sastra. Logika karya sastra mencakup isi dan bentuk karya sastra. Bentuk
pantun setiap bait terdiri atas empat baris. Setiap baris terdiri atas
empat kata atau 9 – 10 suku kata. Persajakan ab ab. Dari isinya baris satu
dan dua hanya merupakan pengantar (sampiran), sedangkan isinya ada pada
baris ketiga dan keempat. Semua itu merupakan logika puisi yang disebut pantun.
Berubah sedikit saja, berubah pula logikanya. Jika semua berupa isi maka
disebut syair.
Dalam puisi ada yang tidak masuk akal
jika menggunakan logika biasa. Tetapi masuk akal dalam logika puisi. Dalam
logika biasa tidak mungkin lembaran daun berbunyi gemerincing apalagi seperti
lonceng katedral. Tetapi dalam logika puisi lembaran daun
berbunyi gemerincing seperti lonceng katedral justru logis. Dalam
tersunyian, sedikit saja usikan akan terasa besar akibatnya hingga daun
yang jatuh saja dirasakan berbunyi.
Hal yang sama juga ditemukan bila
membaca novel Rafilus karya Budi Darma. Tokoh Rafilus digambarkan
sebagai tokoh yang tubuhnya seperti terbuat dari besi tidak bisa
mati, kebal peluru, atau seperti setan. Penggambaran tokoh rafilus yang demikian
masuk akal dalam logika novel. Dalam kenyataan sehari-hari, hal itu tidak
masuk akal. Dalam novel Rafilus diperlukan untuk menekankan tema novel.
Oleh karena itu logika dalam karya sastra dinilai dalam kaitannya dengan
penyajian karya sastra. Bukan dengan menggunakan ukuran logika di
luar sastra. Sebab itu logika dalam karya sastra disebut logika internal.
Karya sastra merupakan dunia rekaan
(fiksi). Kata fiksi mempunyai makna khayalan, impian, jenis karya sastra
yang tidak berdasarkan kenyataan yang dapat dipertentangkan
dengan nonfiksi (cerita berdasarkan kenyataan). Dalam
kenyataannya, karya sastra bukan hanya berdasarkan khayalan,
melainkan gabungan kenyataan dan khayalan. Semua yang
diungkapkan sastrawan dalam karya sastranya adalah hasil pengetahuan
yang diolah oleh imajinasinya.
Sastrawan memperlakukan kenyataan dengan
tiga cara yaitu, manipulasi, artifisial, interpretatif. Hanya kadar
kenyataan dalam karya sastra yang berbeda untuk setiap karya sastra.
Karya sastra yang bersifat biografis, otobiografis, historis,
catatan perjalanan, kadar kenyataannya lebih dominan.
Karya sastra mempunyai nilai keindahan
tersendiri. Karya sastra yang tidak indah tidak termasuk karya sastra.
Setiap daerah, golongan, waktu menentukan nilai keindahan yang berbeda.
Saat Siti Norbaya terbit, novel itu dianggap indah.
Keadaannya menjadi lain seandainya novel itu diterbitkan sekarang.
Karya sastra adalah sebuah nama yang
diberikan masyarakat kepada hasil karya seni tertentu. Hal
ini mengisyaratkan adanya penerimaan secara mutlak oleh masyarakat
sastra. Penerimaan bukan berarti karya sastra harus mudah diterima
oleh masyarakat dan sesuai dengan selera masyarakat. Hal itu akan
merosokkan nilai sastra. Karya sastra yang baik juga tidak selalu sulit
dipahami. Segala sesuatu yang dikatakan oleh masyarakat sastra sebagai
karya sastra pada suatu masa pada hakikatnya bisa dikelompokkam sebagai
karya sastra. Sebaliknya bagaimana pun baiknya suatu karya sastra
berdasarkan obyeknya dan dimaksud oleh penulisnya sebagai karya sastra
bila masyarakat sastra menolaknya maka hasilnya bukan karya sastra.
Drama adalah karya
sastra yang didominasi oleh cakapan para tokoh. Kriteria drama yang membedakan
dengan dua jenis karya sastra lainnya adalah hubungan manusia dunia ruang dan
waktu.
5.
Tujuan
Ilmu Kajian
Ilmu sastra telaah karya sastra secara
ilmiah. Ilmu sastra membahas esensi ilmu sastra, sejarah dan perkembangan
ilmu sastra, metode ilmiah sastra, yang harus dikembangkan
ilmuwan atau calon ilmuwan sastra. Tujuan ilmu sastra sebagai berikut:
1. Ilmu
sastra sebagai sarana pengujian pemahaman ilmiah sastra sehingga manusia
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah sastra. Seorang ilmuwan sastra
harus memili sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri sehingga
dapat menghindarkan diri dari sifat solipsistik mengganggap hanya
pendapatnya yang paling benar.
2. Ilmu
sastra merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan sastra. Kecenderungan yang terjadi di kalangan para
ilmuwan sastra modern menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan
struktur ilmu sastra. Satu sikap yang diperlukan menerapkan metode ilmiah
yang sesuai atau yang cocok dengan struktur ilmu sastra,
bukan sebaliknya. Metode ilmu sastra hanya sarana berpikir bukan
hakikat ilmu sastra.
3. Ilmu
sastra memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan sastra. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara logis–rasional agar dapat dipahami dan dipergunakan secara
umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan metode ilmiah sastra, semakin
valid metode tersebut.
menyimak
BalasHapusmenyimak
BalasHapusTerima kasih sudah berbagi kak😊
BalasHapus